Bertolak dari risalah kritis tentang dinamika struktural penempatan orang Tionghoa dalam kehidupan sosial politik di Indonesia, Stanley Khu memperlihatkan proses-proses identitas pada komuniti orang Tionghoa di Bandung penganut Vajrayana, suatu kategori Buddhisme dari Tibet. Penyajian prosesnya menyeluruh dari aras lokal, nasional dan internasional, dengan melintasi titik-titik dan tokoh-tokoh historis Buddhisme di Indonesia, dan landasan diskusi konseptual tentang identitas, komunitas, dan imajinasi kebangsaan. Khu menunjukkan potensi identitas religius Vajrayana ini sebagai ruang suaka bagi orang Tionghoa dari Cinafobia yang terus mendominasi opini publik di Indonesia. Penghayatan religius yang berkembang dalam lingkungan yang menggembleng praktik-praktik altruisme transendental berdasarkan hukum karma, disertai pengetahuan tentang asosiasi historis antara Indonesia dan Vajrayana yang memberi peluang untuk mendapatkan identitas ‘pribumi’, dan pertemuan dengan lingkungan Buddhis-Tibet yang lebih luas, membentuk Konsep dan pengalaman identitas yang merangkum ketionghoaan dan keindonesiaan sekaligus.
Perkembangan komunitas Vajrayana semacam itu di kota Bandung, seperti menjadi antitesis dari dua peristiwa bersejarah yang negatif bagi identitas orang Tionghoa di Indonesia: 1) kesepakatan tentang dwikewargaan bagi orang-orang Tionghoa, di antara pemerintah Republik Indonesia dan Republik Rakyat Tionghoa (1955) yang menimbulkan semacam keterbelahan identitas, dan 2) usulan penggantian nama “Tionghoa” menjadi “Cina” dalam sebuah seminar militer (1966) yang kemudian justru mengandung konotasi merendahkan mereka dan di masa Orde Baru menjadi alasan untuk eksploitasi lebih jauh lagi.
Menjadi Buddhis, Mendaku Kewargaan: Agama, Etnisitas, dan Kebangsaan dalam Komunitas Vajrayana Tionghoa di Bandung
Penulis: Stanley Khu
Tahun Terbit: 2025
ISBN:
Halaman: xxxii + 282
Harga: Rp –
Deskripsi
Sinopsis:
Bertolak dari risalah kritis tentang dinamika struktural penempatan orang Tionghoa dalam kehidupan sosial politik di Indonesia, Stanley Khu memperlihatkan proses-proses identitas pada komuniti orang Tionghoa di Bandung penganut Vajrayana, suatu kategori Buddhisme dari Tibet. Penyajian prosesnya menyeluruh dari aras lokal, nasional dan internasional, dengan melintasi titik-titik dan tokoh-tokoh historis Buddhisme di Indonesia, dan landasan diskusi konseptual tentang identitas, komunitas, dan imajinasi kebangsaan. Khu menunjukkan potensi identitas religius Vajrayana ini sebagai ruang suaka bagi orang Tionghoa dari Cinafobia yang terus mendominasi opini publik di Indonesia. Penghayatan religius yang berkembang dalam lingkungan yang menggembleng praktik-praktik altruisme transendental berdasarkan hukum karma, disertai pengetahuan tentang asosiasi historis antara Indonesia dan Vajrayana yang memberi peluang untuk mendapatkan identitas ‘pribumi’, dan pertemuan dengan lingkungan Buddhis-Tibet yang lebih luas, membentuk Konsep dan pengalaman identitas yang merangkum ketionghoaan dan keindonesiaan sekaligus.
Perkembangan komunitas Vajrayana semacam itu di kota Bandung, seperti menjadi antitesis dari dua peristiwa bersejarah yang negatif bagi identitas orang Tionghoa di Indonesia: 1) kesepakatan tentang dwikewargaan bagi orang-orang Tionghoa, di antara pemerintah Republik Indonesia dan Republik Rakyat Tionghoa (1955) yang menimbulkan semacam keterbelahan identitas, dan 2) usulan penggantian nama “Tionghoa” menjadi “Cina” dalam sebuah seminar militer (1966) yang kemudian justru mengandung konotasi merendahkan mereka dan di masa Orde Baru menjadi alasan untuk eksploitasi lebih jauh lagi.
Produk Terkait
Bisa Déwék: Kisah Perjuangan Petani Pemulia Tanaman di Indramayu
Buy NowDinamika Kelas Kreatif dari Kota Bandung
Buy Now