Buku ini merekam kembali sejarah wilayah perbatasan, mengungkapkan permasalahan yang bisa menjawab tantangan di wilayah perbatasan, menjadi referensi atau bagian dari solusi untuk kebijakan dalam memperkuat kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), dan memperkaya historiografi sejarah wilayah perbatasan.”
Drs. Hari Untoro Dradjat, M.A. (Direktur Jenderal Sejarah dan Purbakala
Nasib wilayah perbatasan identik dengan namanya: masih “terbatas” dan belum banyak mendapatkan perhatian dari segenap lapisan masyarakat Indonesia. Wilayah dan perbatasan dalam pandangan nenek moyang kita dianggap sebagai kekuasaan yang tidak bertumpu pada penguasaan wilayah, tetapi pada penguasaan tenaga kerja atau kaula. Oleh karena itu, bila kaula di suatu wilaya telah tunduk atau mengakui kekuasaan sang raja, maka itulah wilayah kekuasaanya. Demikian pula, bila sang raja ingin memindahkan semua kaula di tempat tertentu ke tempat lain, maka sang raja tidak peduli lagi dengan wilayah yang ditinggalkannya.
Buku ini berusaha merekam perkembangan wilayah perbatasan antara Entikong, Kalimantan Barat, Indonesia, dan Tebedu, Serawak, Malaysia, dari tahun 1845 hingga tahun 2009
Sejarah Wilayah Perbatasan: Entikong – Malaysia 1845 – 2009
Penulis: Triana Wulandari, Dwiana Hercahyani, Tirmizi, Harto Juwono & Djoko Marihandono
Tahun Terbit: 2009
ISBN: 978-602-952-54-8
Halaman: X + 138
Harga: Rp 47.000,-/eks
Deskripsi
Sinopsis:
Buku ini merekam kembali sejarah wilayah perbatasan, mengungkapkan permasalahan yang bisa menjawab tantangan di wilayah perbatasan, menjadi referensi atau bagian dari solusi untuk kebijakan dalam memperkuat kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), dan memperkaya historiografi sejarah wilayah perbatasan.”
Drs. Hari Untoro Dradjat, M.A. (Direktur Jenderal Sejarah dan Purbakala
Nasib wilayah perbatasan identik dengan namanya: masih “terbatas” dan belum banyak mendapatkan perhatian dari segenap lapisan masyarakat Indonesia. Wilayah dan perbatasan dalam pandangan nenek moyang kita dianggap sebagai kekuasaan yang tidak bertumpu pada penguasaan wilayah, tetapi pada penguasaan tenaga kerja atau kaula. Oleh karena itu, bila kaula di suatu wilaya telah tunduk atau mengakui kekuasaan sang raja, maka itulah wilayah kekuasaanya. Demikian pula, bila sang raja ingin memindahkan semua kaula di tempat tertentu ke tempat lain, maka sang raja tidak peduli lagi dengan wilayah yang ditinggalkannya.
Buku ini berusaha merekam perkembangan wilayah perbatasan antara Entikong, Kalimantan Barat, Indonesia, dan Tebedu, Serawak, Malaysia, dari tahun 1845 hingga tahun 2009
Produk Terkait
Sejarah Wilayah Perbatasan: Miangas – Filipina 1928 – 2010
Buy NowSejarah Wilayah Perbatasan: Batam – Singapura 1824 – 2009
Buy NowSejarah Wilayah Perbatasan: Satu Ruang Dua Tuan, Satu Selat Dua Nahkoda (Edisi Lux)
Buy Now